Oct 19, 2016

Cinta Prematur Hanya Mencari Kenikmatan Tanpa Pikir Panjang

Seakan menjadi lumrah percintaan yang tengah dialami oleh manusia pada semua usia. Sebuah cinta memaknai banyak hal yang ukurannya tak terbatas. Kita sebagai manusia biasa yang memiliki cinta. Tiada yang salah karena cinta Anugerah. Justru cintalah yang memanusiakan manusia, mewarnai kehidupan dan menertibkan harapan.

Sesuatu yang mungkin tak terlihat, tapi bisa kamu rasakan saat untaian kata itu merasuki hatimu. Sesuatu yang dapat mengubah alur hidupmu, suatu keyakinan yang memberimu semangat baru.

Cinta itu sulit untuk di definisikan karena sifatnya subjektif jadi setiap individu dapat memiliki pemahaman yang berbeda mengani cinta, tergantung bagaimana ia menghayati dan pengalaman yang di alaminya.

Bersyukurlah apa yang kamu miliki sekarang, bersyukurlah kamu memiliki cinta di dalam dirimu. Jagalah cinta itu untuk tetap pada tempatnya, karena kamu takkan tahu kapan dia pergi meninggalkanmu. Lakukanlah yang terbaik yang bisa kamu lakukan saat ini, jangan sampai menyesal setelah dia pergi. Karena waktu tak akan terulang kembali.

Kita hanya bisa menjalani dan berharap semua seperti apa yang kita impikan. Tapi terkadang mimpi itu tak selalu jadi kenyataan, dan hancur ketika dia pergi meninggalkanmu.

Sebenarnya tidak akan pernah ada seseorang pun yang tahu kapan cinta itu datang dan pergi. Tidak bisa diatur kapan dia akan masuk ke dalam hati.

Fenomena zaman yang semakin “edan” ini terpaksa membuat hampir semua orang mengkhawatirkan generasi-generasi yang akan datang. Kenapa? Anak muda sekarang pasti sudah mengenal istilah “pacaran”.

Nah, yang mereka alami itu bahasa gaulnya bisa disebut “cinta monyet” tapi ada istilah yang lebih halus lagi, yakni ‘Cinta Prematur’. Cinta yang tidak matang dan yang dipaksakan oleh keadaan. Meski orang beralasan menikah karena cinta, namun sesungguhnya bukan cinta yang mendorong mereka menikah.

Masalahnya dalam banyak kasus mereka yang masih remaja dan belum matang secara emosi, karakter, dan sosial bisa mengorbankan siapapun demi apa yang disebut “cinta”. Seseorang bisa mengorbankan studi, kebiasaan baik, teman baik bahkan orang tuanya sendiri. Tak jarang pula ada yang rela mengorbankan imannya. Jangan heran kekecewaan bertumpuk ketika hubungan itu putus ditengah jalan.

Kaum remaja yang sedang bertumbuh hormon seksual di mana daya tarik seksual lebih kuat daripada daya tarik pribadi. Memahami cinta hanya sebagai psychological phenomena. Artinya, hanya kebetulan ada perasaan attracted atau passion. Misalnya melihat wajah cantik, kekayaan atau kepandaian atau karena adanya kesempatan tertentu. Sering ketemu lalu bergaul kemudian muncul perasaan cinta (witing tresno jalaran soko kulino). Lama-kelamaan ketika muncul kesadaran baru ia merasa pacarnya sebenarnya tidak terlalu menarik. Tetapi karena sudah mengikatkan diri, sulit untuk mundur. Terlambat. Ironisnya, kalau ketemu orang lain yang lebih baik, cantik/ganteng dan menarik, mudah juga putus.

Syndrom dengan yang namanya Ayang atau Papy sudah merajalela ke berbagai usia di Negeri ini. Bahkan sampai anak-anak sekolah yang masih duduk di bangku SD pun sudah berpacaran. 


Cinta Prematur Hanya Mencari Kenikmatan Tanpa Pikir Panjang

Disadari atau tidak anak-anak telah terkontaminasi dengan pengertian dan praktik cinta yang salah, khususnya pada aspek hubungan lawan jenis. Bisa dibayangkan, anak SD saja sudah biasa mengatakan kata pacar.

Pacaran yang bisa berakibat fatal menjurus pada hubungan yang lebih dalam yaitu sex, hubungan sex antara pasangan laki-laki dan perempuan yang belum pada fase/masanya untuk melakukan hubungan itu. Zaman sekarang seorang pelajar salah mengartikan pacaran yang dimaksud adalah hubungan perasaan ingin melakukan tindakan nafsu sex terhadap lawan jenisnya. 


Cinta Prematur Hanya Mencari Kenikmatan Tanpa Pikir Panjang

Apakah mereka hanya korban dari kurang pengawasannya orang tua. Terlebih jahat adalah siaran TV yang tidak mendidik seperti sinetron percintaan sebagai penyebab fenomena anak SD pacaran. Hal ini mempengaruhi psikis, psikologi mereka. Hingga akhirnya meniru gaya hidup, mengikuti perkembangan trend yang salah, karena takut dibilang kuno ataupun ketinggalan jaman.

Salah satu contoh pergeseran sosial di tengah-tengah masyarakat, dan masih banyak lagi yang lainnya. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari sana, bahwa kita sabagai warga negara yang cinta pada negara Indonesia tidak akan membiarkan nilai ketimuran dan adat budayanya luntur berganti dengan pola hidup hedonisme.

Para orang tua harus lebih baik dan lebih intensif lagi dalam mendidik anak-anaknya. Beri pengertian tentang pacaran, kapan mulai boleh pacaran dan apa isi pacaran itu. Tanpa usaha itu semua, mungkin yang akan terjadi adalah nilai moral yang akn semakin merosot di kalangan masyarakat, hedonisme semakin merajalela, dan entah kekacauan apa lagi yang terjadi berikutnya.

Sumber gambar : http://www.wowmenariknya.com

Artikel Terkait